Santi Rosmala

main image

Bahasan soal industri generasi ke-empat terus digulirkan oleh pemerintah, dengan menyusun roadmap yang disebut juga Making Indonesia 4.0.

Tujuannya diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri nasional di kancah global, serta dapat menjadikan Indonesia sebagai 10 besar ekonomi dunia di 2030.

Seiring dengan rencana tersebut, diperlukan penyiapan sumber daya manusia dalam menghadapi revolusi industri ke 4.0 yang ditinjau dari berbagai sektor.

Tentu saja, hal ini menjadi menarik untuk diketahui. Sebagaimana yang dipaparkan dalam acara Diskusi Publik kemarin. Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 20 Agustus 2018 ini diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Teknologi Bandung bekerjasama dengan Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, bertempat di The Parlor Bandung.

Enam orang narasumber dari akademisi dan industri berbeda yang dihadirkan. Berhasil membuat para peserta yang diwakili oleh mahasiswa, dinas terkait, komunitas dan juga media antusias menyimak diskusi sore itu.

Acara dibuka dengan sambutan dari Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Bandung, yaitu Bapak Muchammad Naseer, S.T, M. Kom.

Lalu dilanjutkan oleh pemaparan narasumber pertama, Bapak Drs. Mujiono, M.M, kepala Pusdiklat Industri, Kemenperin dan juga penulis buku Membangun Industri Dual Sistem.

Pertumbuhan industri terdiri atas 3 faktor :

  1. Mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten.
  2. Pengembangan pendidikan vokasi industri yang kompeten. Pendidikan vokasi konvensional ke dual sistem diperlukan proses, sehingga dapat menciptkan pola Link and Match. Memberikan pelatihan dan pendidikan bagi siswa SMK untuk bermitra dengan industri.
  3. Sertifikasi kompetensi untuk melindungi para pekerja dan pemberdayaan masyarakat setempat.

Satu hal yang membuat saya tertarik dalam diskusi ini adalah kehadiran Ibu Ratna Utari Ningrum, Direktur Industri Kecil dan Menengah, Kemenperin. Di mana saya sudah beberapa kali bertemu beliau dalam kegiatan pelatihan bagi IKM.

Menurutnya, Industri kreatif di era industri sangat besar perannya, karena kontribusi di ekonominya besar yang melahirkan inovasi dan sumber daya manusia yang tidak akan berhenti berkreativitas dengan basis komunitas. Sehingga, industri ini akan tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Begitupun dengan IKM di era industri 4.0 yang memberikan ruang lingkup industri kreatif dari bidang fesyen, kerajinan, animasi, dan permainan interaktif melalui pendekatan Man and Machine. Industri ini juga bergerak dengan meluncurkan program E-Smart IKM dalam bentuk database yang tersaji dalam profil industri. Hal ini juga untuk mendukung pilot project di industri fesyen, yang akan menjadi kiblat busana muslim di tahun 2020 mendatang.

Sementara menurut Bapak Prof. Dr. Ir. Suhono Harso Supangkat, M.Eng, seorang Guru Besar Institut Teknologi Bandung. Revolusi industri dari Universitas juga sudah siap menghadapi industri 4.0 dengan society 5.0, semua akan tergantikan oleh IOT atau Internet of Thing. Di mana IOT merupakan sebuah labolatorium yang dilengkapi teknologi dan Disruption Era.

Kehadiran teknologi sebagai pendukung industri dari IOT ke big data yang merupakan satu sistem kumpulan data yang akan diolah untuk kebutuhan industri. Untuk itulah, diperlukannya pengembangan lab IOT maker space sebagai sarana transisi menuju era makers.

Lalu, bagaimanakah kesiapan dari industri pertekstilan menuju industri 4.0 ini?

Ternyata, jika dilihat dari sektor finansial saja industri robot ini sudah masuk dan mulai menggantikan tenaga kerja manusia.

Bapak Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Tekstil Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia tidak akan terlalu cepat menerapkan 4.0. Pelayanannya harus efisien dulu baru industrinya yang bersinergi dengan pemerintahnya.

Industri farmasi sampai saat ini sudah mempersiapkan kompetensi tenaga kerja melalui vaksinasi yang dapat melindungi dari serangan virus dan bakteri. Bahkan, menurut Ibu Nurlaela Arief, MBA. MIPR, Head of Corporate Communications BIO FARMA, inovasi di bidang kesehatan juga sudah menggunakan Support Bio Farma Digital. Di mana Bio Farma menjadi urutan ketiga terbesar di dunia sebagai penyuplai vaksin yang memiliki inovasi dengan cara Cold Chain System, yaitu pendistribusian vaksin dengan kendaraan berpendingin khusus.

Era industri 4.0 adalah keniscayaan. Kita tidak bisa menghindar dan harus menghadapi era ini dengan Building Character yang sangat penting untuk mempersiapkan sumber daya manusia kompeten. Namun, mindset berpikir masyarakat masih jauh dan belum siap dari industri 4.0. Sehingga, diperlukannya persiapan yang lebih matang di berbagai sektor. Demikian penuturan Bapak Ronny P Sasmita, Direktur Eksekutif dan Pengamat Ekonomi di EconAct sebagai narasumber terakhir di acara diskusi publik tersebut.

Dengan demikian, tantangan terbesar dalam menghadapi revolusi industri 4.0 ini bukan hanya menjadi perhatian pemerintah saja, tetapi juga kita semua. Mari kita persiapkan diri menjadi sumber daya manusia handal di tengah era persaingan saat ini.


Penulis
Santi Rosmala
Santi Rosmala

Santi Rosmala

© All rights reserved @cso