Santi Rosmala

main image

Post image

Pernah mengunjungi kota Samarinda di penghujung tahun 2014 lalu, sepertinya membawa sebuah kenangan yang nyaris terlupakan. Saat itu, aku masih sering mengikuti pameran luar kota yang hampir setiap bulan masuk dalam jadwal.

Sempaja, Samarinda, adalah kota terakhir yang dikunjungi untuk area luar pulau. Sebelum akhirnya Rosmala Hijab tersungkur tak berdaya, karena banyaknya kesalahan dan tak memiliki sistem dalam berbisnis. Ah, sudahlah, biarkan kegagalan itu berlalu dan menjadi kenangan yang tak seharusnya disesali.

Well, aku nggak akan bahas soal gagalnya usaha. Bukankah sekarang lagi berproses untuk terus bangkit dan membangun sistem yang tertata dengan rapih, dan menjadikan setiap kesalahan sebagai pembelajaran, kan? Huhuuu, tolong doakan ya!

Perbincangan di grup Belajar Bareng Rosmala semalam. Tanpa kusadari, telah mengingatkan, bahwa aku memiliki banyak pengalaman berpetualang. Beberapa kali pameran di luar kota dan luar pulau yang hilang tanpa jejak, seiring dengan metamorfosa Rosmala saat ini.

Balik lagi ke Sempaja, aku pergi barengan tiga orang teman dari Bandung, dan dua dari Jakarta. Kami berlima mengikuti pameran yang diselenggarakan oleh Pemerintahan kota Samarinda.

Kalo nggak salah sih, acara Pameran Pembangunan. Begitulah, karena kurangnya informasi yang di dapat, adanya kesalahan teknis dan berimbas pada kondisi kurang nyaman selama empat belas hari berada di sana.

Pameran ke Samarinda adalah perjalanan terjauh buatku, setelah tiba di bandara Sepinggan, Balikpapan. Masih harus melanjutkan perjalanan darat sekitar 1 jam menuju Sempaja. Dengan menyewa mobil rental, sepanjang perjalanan Kutai Kartanegara. Kami sudah disuguhi pemandangan hutan, dan cerita sopir rental yang berasal dari Jawa.

Ada yang menarik dari alam Kutai, yaitu buah Lai yang sangat mirip buah duarian. Memiliki warna kuning nan menggoda. Tapi sayang, buah ini tidak sesedap dan sebau durian yang menjadi buah favoritku. Lumayan lah, bisa menikmati buah yang menjadi ciri khas Kaltim.

Kami menginap di sebuah Villa yang tidak jauh dari Stadion Sempaja, tempatnya sih enak dan bersih dengan harga sewa per malam yang masih cukup terjangkau. Naik angkutan umum cuma bayar 2ooo rupiah kalo nggak salah.

Sebelumnya nggak lupa buat sarapan di kedai nasi khas Jawa Timuran, jauh-jauh ke Kalimantan tetep makannya masakan Jawa, haha. Secara, di sana banyak banget orang rantau dari Jawa, jadi ya makannya nasi pecel dkk lah biar hemat.

Begitu pun, dengan pengunjung pameran yang berbelanja di booth kami, sebagian besar asalanya dari Jawa. Meski pameran tak sesuai ekspektasi, tapi setidaknya bisa tergantikan dengan eksotisme Samarinda dan kemilau sungai Mahakam yang biasanya hanya bisa mendengar dan melihat dari cerita saja.

Oiya, aku sempet beli gelang manik berwarna hitam yang terasa dingin dan nyess saat dikenakan. Katanya, sih gelang itu dibuat oleh pengrajin di pedalaman Dayak yang baik buat kesehatan. Padahal harganya juga murah hanya sekitar dua puluh ribuan. Kubelikan juga gelang batu untuk oleh-oleh suami, dan sampai sekarang masih melekat di tangannya.

Menyusuri sepanjang tepian sungai Mahakam yang tak terlihat keindahannya di siang hari. Dengan menumpang angkot lagi. Kami bertiga, aku, Teh Ike, dan Bu Ani sengaja jalan-jalan ke kota Samarinda. Mengunjungi toko oleh-oleh kerajinan khas Samarinda yang membuatku kurang tertarik, sih! Dan menyempatkan makan baso ala kota tersebut, basonya pake telor, loh! Harga sepuluh ribu waktu itu masih termasuk mahal, jika dibandingkan beli baso di Bandung yang terbilang enak.

Sungai Makaham akan indah dilihat malam hari, tepian sungai yang dijadikan tempat keramaian kota itu menjadi satu-satunya tujuan wisata. Entah sekarang, mungkin sudah berbeda dengan kondisi dua setengah tahun lalu. Bisa menikmati luasnya Mahakam, membuatku merenung tak percaya. Bahwa, langkah kakiku bisa sampai sejauh ini. Mungkin sebelumnya, Mahakam hanya menjadi sebuah dongeng, sebagai sungai terbesar yang membelah provinsi Kalimantan Timur.

Alhamdulillah, pengalaman berpetualang telah memberikan sebait kisah yang bisa kuceritakan pada anak cucuku, kelak. Bahkan, pada sahabat-sahabatku sebagai cerita yang telah menjadi kenangan dari sebuah perjalanan seorang Santi Rosmala dan bisnis yang pernah dirintisnya. Sungguh, pengalaman ini begitu berharga bagiku.

#Aku, yang mencoba mengingat lagi kenangan.


Penulis
Santi Rosmala
Santi Rosmala

Santi Rosmala

© All rights reserved @cso