Santi Rosmala

main image

Menghadiri Festival FLP ke-20, Forum Lingkar Pena yang diselenggarakan di gedung Bapussip hari Minggu yang lalu, menyisakan beberapa poin penting dalam catatanku. Tulisan ini tersimpan di dasar draft dan baru hari ini diselesaikan, hehe.

Acara yang dimeriahkan oleh banyak penulis senior dan juga para penulis muda, telah berhasil menggelorakan semangat sepulangnya dari sana.

Aku yang datang terlambat sekitar 2 jam, sepertinya banyak kehilangan kesempatan oarasi literasi dari beberapa penulis muda, seperti mbak Sinta Yudisia, mas Robi Afrizan dan mas Halfino Berry dari penerbit Sygma.

Menyaksikan orasi dari mas Gol A Gong membuatku bersemangat, bahwa komunitas literasi memiliki peranan penting untuk saling bersinergi. Dari banyaknya buku-buku yang diterbitkan hanya mencatat sedikit best seller, beda dengan buku-buku di luar negri. Hal ini sangat memprihatinkan, untuk itulah dibutuhkan dukungan dari komunitas literasi yang bisa mengangkat sebuah buku menjadi best seller.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencapainya, salah satunya dengan ikut membeli buku dari para penulis yang tergabung dalam FLP saja misalnya, sesama anggota bisa saling membantu dan menularkan semangat membaca kepada lingkungan sekitarnya. Karena menurut survey, minat membaca buku di Indonesia memang masih rendah, apalagi membelinya.

Setiap nara sumber diberikan waktu hanya 20 menit. Jujur saja, sebetulnya masih sangat kurang karena seperti diburu waktu yang terbatas. Padahal materi dan orasi dari setiap nara sumber sangat menarik, terlebih pemaparan dari bunda Maimon Herawati yang membuatku semankin penasaran dalam bahasannya tentang media.

Ada pesan yang disampaikan oleh beliau mengenai Open Jurnalism. Dalam menulis di sosial media jangan ikut-ikutan share berita hoax. Karen setiap tulisan yang kita buat ataupun secara sadar ikut membagaikan berita hoax, akan diminta pertanggung jawabannya di Yaumul Hisab, kelak.

lanjutnya lagi, buatlah akun sosial media dengan memperhatikan kurasi konten, penyedia konten, pembuat agenda setting, edit your online presence, impact recent yang dapat mempengaruhi orang lain dengan cara menginspirasi dan menebar hal-hal yang bersifat positif. Dan yang terakhir Associate with stronger brand, yang meliputi : tagging, mention, share, dan photo.

Giliran mas Benny Ramdhani, editor penerbit Mizan yang memberikan pencerahan tentang naskah-naskah yang diincar penerbit. Intinya, penerbit Mizan akan menerima naskah apapun. Dan pada kesempatan itu, bagi yang membawa naskah bisa diserahkan kepada asistennya. Jadi, teruslah menulis, teruslah berkarya dan berjuanglah untuk bisa menerbitkan buku.

Perhatianku tertarik pada pemaparan mbak Anita, CEO Bitread tentang trend baru penerbitan buku yang saat ini semakin marak. Mengapa penerbitan buku menjadi trend saat ini?

Alasannya adalah, orang-orang lebih malas gerak. Ingin lebih instan & cepat. Minat orang menjadi lebih mudah diarahkan. Sangat mudah menghasut orang untuk menyerap informasi tertentu. Berkah teknologi. Proses harus lebih sederhana. Kebutuhan akan informasi & ilmu lebih besar. Crowd memiliki peran penting. Semua orang ingin didengar. Dekat jadi jauh dan jauh jadi dekat.

Saat giliran Bunda Pipiet Senja, aku yang baru pertama kali melihatnya dari kejauhan. Sesaat merasa takjub, dan salut dengan kegigihan beliau. Menceritakan tentang perjalanan kisahnya sebagai penulis puluhan tahun lalu, aku lupa tepatnya dari tahun berapa. Yang jelas, beliau hobi membaca saat berbulan-bulan sakit tak berdaya. Perjuangan menjadi penulis itu tidaklah mudah, buku yang telah diterbitkannya mencapai 102 buku (maaf, kalo nggak salah). Tentang perempuan dan literasi, bahwa perempuan harus siap menjadi motor penggerak di dunia literasi, dengan menebarkan banyak manfaat dan inspirasi bagi orang banyak.

Sebagaimana yang dikatakan oleh mbak Sinta Yudisia, bahwa menulis adalah jalan menuju dakwah. Menulislah segala hal yang bersifat positif, agar menjadi bermanfaat bagi orang lain.

Aah, yang buat aku kaget saat giliran mas Boim Lebon dipanggil untuk memberikan orasinya tentang berkarya untuk kaum muda. Laah, beliau tuh duduk di belakangku, kukira bapa-bapa peserta dari Jakarta, karena kebetulan aku berada di dekat rombongan FLP Jakarta. Jadinya, nggak terlalu nyimak karena terpesona gaya bicaranya yang bermuda dan banyak guyonnya malah bikin jadi galfok, deh. Haha.

Sesi terakhir merupakan puncak acara yang ditunggu-tunggu dengan talkshow dari mbak Helvy Tiana Rosa, dan mas Irfan yang dipandu oleh mas Topik sebagai moderator dan bintang tamu pemeran utama film Duka Sedalam Cinta, yaitu aktor yang bernama Aji. Ada hal yang menarik, Aji adalah pemeran pembantu di film Ketika Mas Gagah Pergi. Setelah main dalam film tersebut, Aji mendapatkan hidayah dan menjadi aktor pertama di perfileman Indonesia yang membuat kesepakatan kontrak main film tanpa melakukan adegan bersentuhan dengan lawan jenis. Wah, keren ya!

Mbak Helvy menceritakan bahwa membuat film itu membutuhkan dana yang sangat besar dan mahal. Untuk itulah, beliau meminta bantuan kita untuk memberikan dukungan dengan cara memberi hashtag di setiap status sosial media, untuk menaikan trending topik agar film Duka Sedalam Cinta bisa membuat orang penasaran dan booming.

Pada sesi tanya jawab sepertinya waktu sangat terbatas, sehingga ada beberapa pertanyaan yang sangat penting dan berkaitan dengan cara menerbitkan buku tidak terjawab. Di situlah aku merasa sedih, karena itulah yang kutunggu sebenarnya, hehe.

Oyah, secara keseluruhan acaranya sangat sukses menurutku. Diselingi dengan berbagai hiburan dan makan siangnya juga enak, dan pastinya nara sumbernya keren semuanya. Setidaknya, pulang dari sana bawa oleh-oleh semangat luar biasa.

Salam Literasi,

Santi Rosmala ^^


Penulis
Santi Rosmala
Santi Rosmala

Santi Rosmala

© All rights reserved @cso