Santi Rosmala

main image

Ada yang masih inget soal asap yang menggulung langit Pekanbaru?

Tepatnya Maret tiga tahun lalu. Media sosial rame menyerukan tentang keterlambatan Pemerintah dalam mengatasi asap ini. Bahkan, sampai ada korban meninggal akibat menghirup racun dari asap ini.

Semua orang berteriak dan turut prihatin dalam musibah alam, disebabkan oleh tangan-tangan jahil yang hanya mencari keuntungan semata. Sementara, banyak orang dirugikan dengan perbuatan tercela mereka.

Apa yag tersebar di televisi ataupun media sosial benar adanya, aku sendiri merasakan dampak dari asap yang mengepul dan menyesakan pernapasan. Saat itu, jadwal pameran ke Pekanbaru sudah terlanjur disetujui dan nggak bisa dibatalkan. Aku dan beberapa teman yang berangkat hanya bisa berharap keadaan akan baik-baik saja di sana.

Tapi, apa yang kami bayangkan tak sesuai kenyataannya. Begitu landing dan masuk bandara Sultan Syarif Kasim II sudah disambut oleh petugas yang membagikan masker. Langit Pekanbaru mendung dan gelap, bau asap yang menyengat sudah menyambut kedatangan kami di kota yang memiliki julukan kota Madani, yaitu kota yang berisikan masyarakat agamis dan berperadaban, berkualitas dan berkemajuan.

Ada perasaan was-was dan berbagai pertanyaan berkecamuk di dada. Tapi, aku dan teman-teman berusaha menghibur diri dengan tertawa dan menikmati keadaan ini dengan harapan yang masih tersisa. Beruntunglah, panitia event Hijab Fest HMC Pekanbaru sangat ramah dan asyik untuk diajak diskusi. Mereka menjanjikan acara yang tetap berlangsung meriah dan menguntungkan bagi para peserta pameran.

Memang sih, bintang tamu untuk puncak acara juga terhambat oleh jebakan asap yang mengganggu lalu lintas penerbangan. Sarah Vi dan Teuku Wisnu akhirnya tetap datang dan mengisi acara Meet and Great sesuai yang dijadwalkan. Pengunjung juga lumayan banyak karena adanya daya tarik kedua artis ibukota ini.

Asap oh Asap...

Kepulannya masuk ke dalam mall dan menyeruak ke seluruh ruangan, masker tak pernah lepas untuk melindungi kami. Banyak penduduk Pekanbaru yang keluar dari kota yang tingkat perekonomiannya didukung oleh kehadiran perusahaan minyak Chevron Indonesia dan perkebunan kelapa sawit ini. Sekolah diliburkan dalam jangka waktu yang belum ditentukan, dan kota Pekanbaru tampak lengang.

Selama empat belas hari kami tinggal di Home Stay yang terbilang lumayan bagus, hanya berjarak +- 500 meter dari Mall Pekanbaru. Tapi sayang, asap juga masih bisa masuk menembus dinding tebal yang bangunannya berdiri gagah. Jadi, mau di kamar atau booth pameran, asap itu setia menemani, haha.

Soal makanan di sana buatku sih enak-enak semua ya. Mungkin karena lidahku sudah terbiasa dengan makanan daerah, dan nggak jauh dari masakan padang, jadi sangat menikmati lah. Yang berkesan adalah gulai ikan salai yang maknyus dan nggak ada di bandung pastinya, hehe. Alhamdulillah, meski asap mengepul tapi keseruan selama di Pekanbaru tetap akan dikenang sebagai pengalaman terindah (akan dibahas dengan tema berbeda).

Sempat mampir ke Kab Kerinci, tempat saudaranya Echie, temanku. Asap di daerah sana lebih ke titik parah ternyata. Masih disyukuri, karena akhirnya bisa juga menginjakan kaki di Kerinci, dulu sih cuma tahu namanya doang, karena beberpa kali ada paket kiriman ke sana. Dan yang lebih dramatis adalah saat jadwal kepulangan kami ke Bandung, bandara ditutup dan terjadi penumpukan penumpang yang tidak bisa terbang.

Keadaan di bandara hiruk pikuk menanti pengumuman dengan berharap bisa berangkat. Aku melihat rombongan calon jamaah umroh yang batal, raut muka mereka menampakan kesediahan dan mungkin juga bingung, subhanallah. Begitu pun dengan kami, dan keputusan pihak bandara tetap membatalkan penerbangan dan akan mengembalikan ongkos tiket. Antrian pun tak terelakkan saat refund, dan jangka waktu pengembalian selama sebulan, makin deh galau, hiks.

Kegalauan bertambah karena udah beli oleh-oleh pie duren senilai tiga ratus ribu, haha. Dengan kecewa tapi pasrah, kami kembali ke Home Stay menambah sewa semalam sambil menentukan alternatif kepulangan. Rencana akan naik travel menuju Padang, eh ternyata bandaranya ditutup juga. Ada solusi ke Batam dengan menumpang Speed Boot, tapi beritanya Batam juga akan ditutup. Huwaaaa pingin pulaaang...

Suamiku yang kebetulan juga sedang ada kerjaan di Pekanbaru, mendadak susah dihubungi karena sedang berada di lokasi hutan yang nggak terjangkau sinyal seluler. Padahal rencananya dua hari lagi dia akan pulang ke bandung. Dengan sangat terpaksa, akhirnya aku dan tiga orang teman memilih pulang naik bis, hiks. Perjalanan darat ditempuh selama tiga hari dua malam, melintasi beberapa provinsi di Sumatera dan kebanyakan mampir untuk beristirahat.

Di tengah perjalanan, sekitar wilayah Padang, barulah suamiku berhasil menghubungi. Aku nangis menceritakan perjuangan untuk pulang, dan suamiku ikut nangis karena prihatin akan nasib istirnya, hiks. Dan tiga hari yang melelahkan itu berakhir di pool bis, alhamdulillah kahirnya pulang juga. Kebayang dong, muka nggak jelas bentuknya kayak apa! Badan juga bau karena bertahan nggak mandi, terlebih pie durian basi semua dan sukses berakhir di tempat sampah.

Nggak berselang lama, suamiku pulang ke Bandung dengan pesawat yang hanya memakan waktu penerbangan 1,5 jam saja! Ya sudah takdir lah, dikasih kesempatan sama Allah untuk jalan-jalan melintasi kota-kota sepanjang Provinsi Sumatera. Dan pengalaman ini tak mungkin dilupakan, aku bahagia telah diperkenankan dengan semua ketetapan yang Allah Ta'ala buat. Karena, rencana Allah itu lebih indah dari rencana manusia.


Penulis
Santi Rosmala
Santi Rosmala

Santi Rosmala

© All rights reserved @cso